20081230

Tentang Keindahan

Ini adalah uraian tentang makna dan hakikat keindahan. Jadi, apakah keindahan itu? Masalah ini tidak akan kita pahami dengan baik kecuali dengan mensifati keindahan itu sendiri.

Ada yg berpendapat, keindahan adalah keserasian cipataan, harmoni dan keselarasannya. Berapa banyak rupa yg memiliki keserasian ciptaan, tetapi tidak bisa disebut indah? Ada pula yg berpendapat, keindahan adalah keelokan di wajah dan kelembutan pandangan mata. Ada pula yg berpendapat, keindahan itu terangkum dalam beberapa hal, yaitu keceriaan, keelokan, kebagusan bentuk dan kelembutan. Ada pula yg berpendapat, keindahan adalah sebuah makna yg tidak terungkapkan oleh kata. Sulit disifati. Sebab setiap orang memiliki kemampuan untuk mensifatinya.

Namun ketahuilah, bahwa keindahan itu ada dua macam: Keindahan bathin dan keindahan lahir. Yg nampak dan yg tidak nampak. Keindahan bathin terletak pada wujudnya sifat-sifat terpuji dalam diri manusia. Seperti kemurahan hati, tawadhu, jujur, berani, sabar, dan lain-lain. Keindahan bathin inilah yg menjadi titik pandang Allah yg ada pada diri setiap hamba-Nya. Sebagaimana yg disebutkan dalam sebuah hadits yg diriwayatkan Imam Muslim rah.a, yg maknanya kurang lebih, "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta benda kalian, tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian.

Keindahan lahir pun merupakan nikmat Allah yg dianugrahkan kepada hamba-Nya, yg berarti harus disyukuri. Caranya adalah dengan menjaga keta'atan kepada-Nya. Adalah sebuah dusta yg nyata ketika seseorang mengeku mensyukuri nikamt Allah, tetapi ia tidak menjaga keta'atannya. Bila keindahan lahir ini bisa kita jaga dengan cara tersebut di atas, maka hal tersebut akan menambah keindahan yg telah ada semakin bertambah indah. Namun sebaliknya, jika keindahan lahir ini digunakan untuk mendurhakai-Nya, maka apa yg tampak tersebut akan di ubah, bahkan mungkin selagi masih di dunia.

Keindahan lahir adalah hiasan yg secara khusus diberikan Allah kepada sebagian rupa, dan sebagian lain tidak diberi-Nya. Hal ini termasuk tambahan dalam penciptaan, sebagaimana firman-Nya dalam awal surat Fathir, "Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yg dikehendaki-Nya." Menurut sebagian mufassir maksud ayat di atas adalah suara yg merdu dan rupa yg elok.

Ada sebagian ahli hikmah berkata, "Setiap hari manusia harus melihat ke cermin. Jika dia melihat rupanya yg bagus maka janganlah menodainya dengan perbuatannya yg buruk. Jika dia melihat rupanya yg buruk, maka janganlah dia menghimpun keburukan rupa dengan perbuatan yg buruk."

Karena keindahan merupakan sesuatu yg diidam-idamkan jiwa dan disukai hati, maka Allah tidak mengutus seorang Nabi pun kecuali dengan rupa yg elok dan wajah yg tampan, terpandang dan merdu suaranya. Begitulah yg dikatakan 'Ali k.w dalam sebuah
atsar.

Baginda Nabi saw adalah ciptaan Allah yg paling indah. Beliau sangatlah elok dan paling tampan baik secara lahir ataupun bathin. Al-Barra bin 'Azib r.hu mengatakan ketika ditanya, "Apakah wajah Rasulullah laksana pedang?" Dia menjawab, "Tidak, tetapi seumpama rembulan." (H.R Bukhari Muslim).

Bahkan sebagian shahabat Rasulullah saw mensifati keindahan Beliau seakan-akan matahari berjalan di wajahnya. Seseorang berkata dalam sebuah hadits yg terkenal, "Saya tidak pernah melihat seseorang seperti beliau, sebelum ataupun sesudahnya."

Abu Bakar Al-Hudzaily, seorang penyair terkenal di kalangan bangsa Arab pernah menulis sebuah syair yg mensifati keindahan Baginda Nabi saw :

"Dialah penyembuh wanita yg mengalami kelainan

obat mujarab bagi wanita yg sedang menyusui

andaikan kau lihat gurat-gurat di keningnya

tentu disana kau dapati sinar berkilauan."


Disebutkan dalam Raudhah Al-Muhibbin, Rabi'ah Al-Jurasyi pernah berkata, "Keindahan itu dibagi menjadi dua bagian. Keindahan Sarah dan Yusuf a.s merupakan satu bagian, sedangkan satu bagian lainnya dibagi diantara semua manusia."

Namun haruslah kita pahami bersama bahwa keindahan bathin adalah karunia paling besar yg Allah berikan kepada hamba-Nya. Keindahan bathin ini menghiasi rupa lahir sekalipun tidak indah. Keindahan bathin bisa menghapus kekurangan lahir dan menutupinya. Sedangkan keburukan bathin akan menghapus keindahan lahir dan menutupinya. Pada hakikatnya orang yg memiliki keindahan bathin ini mengenakan pakaian keindahan, kemuliaan, dan karisma. Tergantung dari wujudnya sifat-sifat terpuji dalam dirinya.

Orang beriman diberikan kemuliaan dan karisma menurut kadar keimanannya. Siapa yg melihatnya, tentu akan merasa segan kepadanya. Dan siapa yg bergaul dengannya tentu akan mencintainya. Hal seperti ini sudah sering didapati. Barangkali kita pernah melihat seorang sudah tua renta yg memiliki sifat-sifat terpuji. Namun dia terlihat seperti orang yg paling bagus rupanya, sekalipun kulitnya hitam dan tidak elok. Terlebih lagi jika dia rajin mendirikan shalat malam, maka wajahnya akan tampak bersinar dan cemerlang.

Sebagian wanita di zaman tabi'in ada yg banyak mendirikan shalat malam. Ketika hal itu ditanyakan kepada mereka, maka mereka menjawab, "Sesungguhnya shalat malam itu bisa membuat wajah menjadi elok, dan kami suka jika wajah kami menjadi elok."

Diantara bukti bahwa keindahan bathin lebih penting dari keindahan lahir adalah tidak bisa dipisahkannya hati manusia dari sesuatu yg sudah terlanjur dicintai dan disenanginya.

Wallahu a'lam.



20081223

Sebuah Prolog Tentang Cinta

Rabi’ah Al-’Adawiyah berkata, “Cinta ialah sesuatu yg terjaga, dan untuk mendapatkannya haruslah dengan cara yg terjaga.”

Ar-Rumi mengatakan, “Hanya karena cintalah dunia sanggup berputar.

Gibran berpendapat, “Cinta tak memberikan apa-apa, kecuali keseluruhan dirinya. Utuh penuh. Pun tak mengambil apa-apa kecuali dari dirinya sendiri.

Sepertinya perbincangan tentang tema ini tidak akan pernah habis. Sampai kapan pun. Sepertinya orang tidak akan pernah bosan membicarakannya. Meski mulut berbusa, pun suara dibuat parau karena hal tersebut. Tetap saja, orang akan membicarakannya. Mulai dari orang awam dengan kesederhanaan tata bahasanya hingga pujangga dengan tutur katanya yg indah.

Hampir setiap orang memiliki definisi dan pemahaman sendiri-sendiri tentang makna kata yg satu ini, sesuai dengan pengalaman hati dan tingkat intelektualitasnya masing-masing. Tapi yg pasti, setiap zaman, setiap masa, perbincangan tentang tema ini tidak akan pernah habis.

Dan entah berapa banyak sudah, tinta yg dihabiskan oleh para penulis untuk membahas tentang tema yg satu ini, mulai dari yg pemula sampai yg berkelas, bahkan dengan keragaman bentuk tulisan yg mereka buat. Novel, puisi, cerpen, essay, dan lain sebagainya.

Tentang cinta. Sebuah kata yg sangat magis, membius, memabukkan,……… dan entah kata apa lagi yg bisa menggambarkan kekuatannya. Mungkin cinta dapat dikenali dengan tandanya yg paling sederhana, yakni datangnya perasaan senang saat sesuatu berada di dekat kita, dan sebaliknya, apabila sesuatu tersebut berada jauh maka kita merasa sedih. Apapun itu. Bisa wanita, tahta, kebesaran, ataupun harta.

Cinta memang sesuatu yg fitrah bagi manusia. Setiap diri memiliki keinginan untuk dicintai, pun mencintai. Tapi sayangnya banyak orang berbicara, menulis, dan berpendapat mengenai cinta padahal mereka tidak paham tentang makna cinta itu sendiri. Bahkan tidak sedikit yg menganggap bahwa keinginan untuk memiliki adalah serupa dengan cinta. Padahal keduanya tidaklah sama, bahkan jauh berbeda, sebagaimana ditulis oleh Habiburrahman El-Shirazy di dalam ‘Ayat-Ayat Cinta’.

Kami katakan, bahwa cinta ialah sebuah fitrah yg kan tumbuh dengan baik, dari hati yg terjaga dari segala kerendahan dan kehinaan. Dan seseorang akan paham tentang makna ini, manakala ia mulai belajar untuk mengabdikan dirinya,_ sebagai perwujudan tertinggi dari cinta_ , kepada Sang Pemilik Cinta. Yg mana cinta-Nya meliputi seluruh alam semesta. Inilah yg harus ada dalam setiap diri orang yg merasa dirinya beriman. Dan itu semua membutuhkan pembuktian. Tidak sekedar pengakuan.

Hari ini, apabila kita menyatakan rasa cinta kepada seorang gadis, misalnya. Maka sudah barang tentu si gadis akan menuntut sebuah sikap yg menunjukkan kebenaran kata yg telah kita ucapkan tadi. Dan dia pun akan memberikan syarat-syarat tertentu, sebagai tolok ukur atas kesungguhan cinta kita. Karena bisa jadi, apa yg kita ucapkan itu dusta.

Begitupun Sang Pemilik Cinta, Dia menginginkan bukti dan aplikasi apabila kita mengaku mencintai-Nya. Caranya? Inilah yg hendak kita mudzakarahkan bersama dalam forum ini. Namun, sebelum kita membahas lebih jauh tentang perkara ini, terlebih dahulu kami akan menyajikan pembahasan Al-Hafizh Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah tentang makna kata al-mahabbah, yg mana merupakan istilah yg paling sering digunakan para pakar dalam membahas tema ini.

Makna kata ini asalnya adalah bening dan bersih. Di kalangan bangsa arab, istilah ini juga dipakai untuk menyebut gigi yg putih. Ada pendapat lain yg diambil dari kata al-habbab, yaitu air yg meluap setelah turun hujan yg lebat. Dari sini dapat diartikan bahwa al-mahabbah adalah luapan hati dan gejolaknya saat dirundung keinginan untuk bertemu dengan sang kekasih.

Ada pula yg mengartikannya tenag dan teguh, seperti unta yg tenang tidak mau bangun lagi setelah menderum. Jadi, seakan-akan orang yg mencinta itu telah mantap hatinya terhadap yg dicinta dan tidak terbetik untuk beralih darinya. Tapi justru ada yg mengartikan sebaliknya, yaitu gundah dan tidak tetap. Itulah sebabnya dalam bahasa arab, anting-anting disebut dengan kata hiba, karena ia tidak pernah diam dan tetap berada di telinga.

Ada pula yg berpendapat bahwa kata al-mahabbah berasal dari kata al-habbu, artinya inti sesuatu, biji tanaman atau pepohonan dan asal muasalnya.

Dan adapun mengenai batasan makna kata al-mahabbah, ada banyak orang berpendapat tentangnya. Ada yg berpendapat, artinya adalah kecendrungan secara terus menerus dengan disertai hati yg meluap-luap. Ada yg berpendapat, artinya menuruti keinginan yg dicintai baik dengan terang-ternagan ataupun sembunyi-sembunyi.

Dan sebagian lagi berpendapat, artinya menjaga batas. Jadi tidak benar orang yg mengaku mencintai namun dia melanggar batas. Ada yg berpendapat, artinya bara yg membakar hati karena keinginan yg dicintai. Ada pula yg berpendapat, artinya mengingat kekasih sebanyak nafas yg berhembus. Namun ada yg berpendapat, artinya yg hakiki adalah menyerahkan apapun yg ada pada dirimu kepada yg dicintai.

Setelah mengetahui definisi dan makna cinta dari berbagai macam pendapat, maka kini, kami akan membagi-bagi jiwa berdasarkan apa-apa yg dicintainya. Berkaitan dengan perkara ini jiwa manusia dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yakni :


  1. Jiwa samawy yg tinggi. Hal-hal yg dicintai jenis jiwa ini adalah masalah-masalah yg berkaitan dengan pengetahuan yg akan menghantarkannya kepada Rabb-nya, mencari keutamaan dan kesempurnaan yg memungkinkan bagi manusia serta menjauhi kehinaan. Jiwa ini menyenangi apa-apa yg mendekatkannya kepada Kekasih Yg Maha Tinggi. Itulah makanan, santapan, dan obat bagi jenis jiwa ini. Kesibukannya pada hal-hal selain itu merupakan sumber penyakit baginya.
  2. Jiwa binatang yg rendah. Jiwa seperti ini kesenangannya adalah hal-hal yg condong kepada makanan, minuman, dan persetubuhan. Kecintaannya adalah perbuatan yg menjurus kepada pemaksaan, kesewenang-wenangan, membanggakan diri di dunia, takabbur, menggapai kedudukan dengan cara yg bathil. Inilah kenikmatan dan kesenangan yg direguknya.

Cinta di dunia ini berputar-putar di antara kedua jenis jiwa di atas. Jiwa yg mendapatkan apa-apa yg dirasa cocok dengan tabiatnya, maka itulah yg akan dianggap terbaik baginya. Dia tidak akan peduli cercaan dan makian yg dialamatkan kepadanya. Kedua jenis jiwa di atas melihat bahwa apa yg ada di tangannya itulah yg harus dinomorsatukan. Cenderung kepada hal lain dan menyibukkan diri di dalamnya dianggap ketololan dan perbuatan yg menyia-nyiakan bagian yg semestinya dia dapatkan.

Wallahu a’lam.

20081222

Muqaddimah

Sungguh ! Kebahagian, kesuksesan, dan kejayaan setiap individu telah Allah tetapkan dalam agama yg sempurna (Islam; red). Yakni sejauh mana ta’at kepada seluruh aturan Allah swt, dan ikut contoh Baginda Nabi saw dalam setiap laku perbuatan.

Dengan keagungan puji-Nya dan kesucian asma-Nya, Allah telah menciptakan sebuah kesadaran di dalam hati manusia. Hati yg paling baik adalah hati yg paling sadar dalam mengikuti petunjuk dan kebaikan. Dan hati yg paling buruk adalah hati yg paling sadar untuk mengikuti kesesatan dan kerusakan.

Allah telah memberikan kekuasaan nafsu kepada hati sebagai ujian bagi seorang hamba. Menjadikannya sebagai tunggangan jiwa yg menyuruh kepada keburukan dan kerendahan. Kemudian Allah mewajibkan setiap hamba-Nya agar menentang nafsu yg menyuruhnya kepada keburukan serta menjauhinya, dalam rentang waktu kehidupan dunia yg sangat singkat ini,– yg tak ubahnya satu detik dari waktu sehari semalam atau seperti setetes air di ujung jari yg dicelupkan ke samudra yg luas–, jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat.

Nafsu syahwat harus ditundukkan dan kecendrungan untuk menikmatinya harus dicegah. Agar diperoleh kehormatan dan pahala yg melimpah di kemudian hari, sehingga fitrah hati tetap utuh hingga saat tiba bersua dengan Al-Khaliq.

JIka nafsu dapat ditaklukkan layaknya hamba sahaya, maka ia akan menjadi pohon yg sari makanannya pikiran, cabangnya kesabaran, rantingnya ilmu, daunnya akhlaq yg baik, buahnya hikmah, dan batangnya taufiq.

‘Umar ibnul Khattab r.hu berkata, ” Orang yg berakal itu bukan orang yg bisa membedakan yg baik dari yg buruk, tetapi yg bisa mengetahui mana yg lebih baik dari dua keburukan.”

Al-Hasan r.hu, cucu Baginda Nabi saw, berkata, ” Agama seseorang tidak menjadi sempurna kecuali dengan kesempurnaan akalnya. Allah tidak memberikan akal kepada seseorang melainkan suatu hari Dia akan meyelamatkannya dengan akal tersebut.”

Apabila kekuasaan berada di tangan akal, maka hawa nafsu akan tunduk kepadanya, menjadi pelayan dan pengikutnya. Sebaliknya, jika kekuasaan berada di tangan hawa nafsu, maka akal menjadi tawanan dan bawahannya. Mengingat manusia tidak mungkin melepaskan diri dari nafsu selagi masih hidup, karena memang hawa nafsu merupakan bagian dari dirinya, maka tidak mungkin dia melepaskan diri darinya secara total. Tetapi yg diperintahkan kepadanya adalah mengalihkan hawa nafsu itu dari kenikmatan-kenikmatan yg merusak ke tempat-tempat yg aman dan selamat. Sebagai contoh, Allah tidak melarang kita untuk menyenangi wanita. Tetapi Allah memerintahkan untuk membawa nafsu tersebut kepada ikatan pernikahan.

Berangkat dari hal ini, serta semakin banyaknya fenomena yg kami saksikan belakangan ini dalam keseharian kami. Dimana sudah tidak ada batasan yg jelas lagi dalam interaksi antara laki-laki dan wanita, terutama dalam mengaplikasikan arti cinta. Sehingga tidak sedikit diantara mereka yg akhirnya menjadi korban dari pemahaman mereka yg salah tentang cinta. Maka lewat blogspot ini, insya Allah akan kita bahas bersama tentang masalah cinta dan kaidah-kaidahnya dalam Islam. Karena yakinlah, masalah ini pun merupakan sebagian dari agama. Sehingga pasti ada aturan yg mengaturnya, yg tentu saja berdasarkan kaidah-kaidah syar’i yg telah disepakati para 'alim 'ulama kita.

Untuk itu, kami sangat membutuhkan bantuan teman-teman sekalian untuk sama-sama bermudzakarah dalam forum ini. Kami meminta kesediaan teman-teman sekalian untuk memberikan saran dan kritik ataupun penyempurnaan dari pembahasan kami yg tidak lepas dari kekurangan.